Perjalanan membentuk gugus depan territorial

Apakah ada suatu system yang lebih baik selain system pendidikan kepramukaan sebagai wadah pembentukan karakter anak bangsa ?

Dimana lagi anak-anak bisa dilatih untuk bersosialisasi, bekerjasama, menjadi leader, peduli lingkungan, kreatif, berketrampilan multiple intelligence, tahu menjaga kehormatan dirinya dan tetap berpijak pada bumi Indonesia di mana mereka hidup, tumbuh dan berkembang selain di pramuka ?

Banyak contoh orang-orang 'berkarakter kuat', yang dapat dibilang lahir dari pendidikan kepramukaan.

Buat saya pribadi, Onno W Purbo (salah satu kakak saya) adalah salah satu ‘produk’ pendidikan kepramukaan yang menjadi salah satu sumber inspirasi saya untuk semangatnya berbuat sesuatu untuk lingkungan.
Nilai seseorang hanya ditentukan oleh manfaatnya pada umat, bukan pangkat, jabatan, kedudukan, kekuasaan, kepandaian, predikat, gelar, harta, kekayaan, atau strata sosial
adalah prinsip hidupnya.

Dan ini adalah cerita panjang perjalanan saya bersama suami menuju pembentukan suatu gugus depan territorial.

Kenangan pramuka di masa kecil dan remaja

Waktu remaja dulu, saya tertarik ikut kegiatan pramuka karena ingin punya banyak teman. Maka di usia penggalang, saya mengikuti jejak kakak-kakak saya yang aktif di gugus depan territorial 0722 – 0723 Diponegoro, Bandung, dan terus aktif sampai akhirnya gugusdepan ini terpaksa ‘bubar’ di tahun 1982.

Kegiatan ekskul saya sebenarnya sudah cukup banyak waktu itu, sejak SD sampai SMA saya sempat belajar piano, menari Bali, ballet, menjahit, melukis, bahasa inggris, dan softball.

Tapi pramuka tetap menjadi kegiatan favorit saya waktu itu. Karena ternyata bukan hanya menjadi punya banyak teman, tapi banyak hal yang saya peroleh dari kegiatan pramuka ini.
Alhamdulillah, saya mempunyai orangtua yang mendukung hobby dan kegiatan anak2nya.

Suami saya, dulu waktu kecil nya juga senang sekali ikut kegiatan pramuka. Bersama kakak-kakaknya, mereka juga aktif latihan pramuka di gugus depan 104 -105 ITB.
Berhasil menjahit tendanya sendiri di usia 8 tahun, dan sempat mendapat penghargaan sebagai siaga teladan di tahun 1974 sampai akhirnya berhenti latihan pramuka karena ikut orangtua pindah ke Jakarta, meninggalkan kesan mendalam tentang kegiatan pramuka di benak suami..

Memang tidak lama kami aktif dalam kepramukaan, tapi cukup dapat meninggalkan kesan yang mendalam dan kami sadar bahwa kegiatan pramuka berkontribusi membentuk karakter kami menjadi seperti sekarang ini.

Jadi ketika anak-anak kami masuk SD dan wajib memilih kegiatan ekskul di sekolahnya, kami mengarahkan anak kami untuk memilih kegiatan pramuka.
Tapi ternyata kegiatan pramuka di sekolahnya ini jauh sekali dengan gambaran bagaimana kegiatan pramuka yang sudah terpatri di benak kami selama ini.

Dulu, adalah suatu kebanggaan tersendiri kalau kita dilantik karena berhasil memenuhi syarat2 kecakapan. Dari seragam yang masih polos kemudian boleh memakai atribut rasanya bangga sekali.

Sekarang, pada latihan pertamanya anak-anak ternyata datang sudah harus berseragam lengkap, masuk ke dalam kelas, dan bernyanyi-nyanyi..”disini senang disana senang” dengan guru nya.

Wah .....
terjadilah dialog kami dengan guru pramuka nya spt ini :

“Kok anak-anak sudah berseragam lengkap ya, bu ?”
“Iya. Paling anak-anak juga untuk sementara aja di pramuka, nanti tahun depan juga pada milih kegiatan yang lain”

*gubrak*

Ngga sampai menunggu tahun depan, anak kami langsung pindah ekskul bulutangkis.
Prihatin…dan bingung…dimana anak-anak kami bisa ikut kegiatan pramuka beneran ??
Apakah kegiatan pramuka sudah tidak ada lagi ?
Pertanyaan2 seperti itu bermunculan di benak kami, sampai kami sempat datang ke kwartir nasional ingin mencari-cari info mengenai pramuka.

Membentuk komunitas remaja


Beberapa tahun kemudian, didorong oleh rasa keprihatinan melihat generasi muda terutama di lingkungan kami yang sulit berkembang, karena tidak memiliki wadah pembinaan yang memadai - kebanyakan mereka terseret pada arus kuat 3F (fun, fashion, dan food) yang lebih berorientasi pada fisik dan miskin nilai-nilai hati nurani - suami saya berinisiatif untuk mengaktifkan mereka dalam satu kegiatan.

Agustus 2006 adalah awal dari terbentuknya komunitas remaja di lingkungan perumahan kami. Mereka berkumpul di rumah kami untuk latihan mengisi panggung 17 Agustusan.
Karena ‘bahasa’ yang paling dekat dengan mereka adalah seni musik, dengan bahasa itulah mereka dicoba didekatkan.

Format nya waktu itu adalah ‘operet’ ( baca jurnalnya di : Potensi Tersembunyi )
Dimulai dari tidak saling mengenal di awal latihan sampai tidak mau pulang selesai latihan, kebersamaan yang kental ternyata meninggalkan kesan yang menyenangkan dan berhasil menyatukan hati mereka.

Menurut kami, membentuk komunitas adalah hal paling mendasar untuk bisa melakukan sesuatu. Dari kegiatan pertama itu, beberapa kali anak-anak remaja ini dengan mudah diajak untuk mengisi berbagai acara di lingkungan RT kami.

Membentuk gugus depan territorial

Keterlibatan kami dalam aktivitas remaja ini ternyata mendapat perhatian positif dari para tokoh masyarakat di lingkungan kami. Di awal tahun 2007 ketika suami saya mendapat amanah untuk membina remaja, belum terpikir untuk melakukan apa, sampai kemudian ada yang mengusulkan untuk membuat kegiatan Pramuka.

“Pramuka ?? “
Bagaimana caranya ? Apa mungkin sih kita bikin pramuka sendiri ?
Tapi memang kegiatan apa lagi yang paling baik untuk pembinaan dan pembentukan karakter anak Indonesia ?

Pada awalnya, saya betul-betul ngga kebayang harus berbuat apa waktu suami saya mengatakan ingin membuat kegiatan pramuka. Tapi kebetulan saya punya teman yang pekerjaannya adalah menjadi pembina pramuka di sekolah-sekolah. Jadi belum sampai menghubungi Kwartir Cabang Kota Depok , dari teman saya itulah kami mendapatkan seorang Pembina pramuka yang sudah memegang sertifikat Kursus Mahir Dasar ( KMD ).

Sesudah beliau berkomitmen membantu kami untuk membentuk dan menjalankan gudep territorial, beberapa kali kami sempat bertemu dan berdiskusi menyusun struktur organisasi, dan membentuk mabigus. Selain itu beliau juga meminjamkan buku kursus mahir dasar nya pada kami dan menyarankan suatu saat kami juga dapat mengikuti KMD,.

Setelah semua siap, akhirnya kami sepakat mulai menyebar proposal kegiatan kepada para orangtua dengan kegiatan awal Camping di Cibodas di awal Februari 2007. ( baca jurnalnya di : panicmodeon ). Waktu itu, dari 100 lembar proposal yang disebar, 12 yang kembali mendaftarkan anak-anaknya untuk ikut kegiatan pramuka, dan sebagian besar adalah remaja-remaja yang sudah seringkali ikut terlibat dengan kegiatan kami.

Kendala yang dihadapi

Dalam perjalanan awalnya, selain perjuangan mengubah image masyarakat tentang kegiatan kepramukaan, masalah yang kami hadapi ternyata justru adalah masalah Pembina ( baca jurnalnya di : Kode Kehormatan ), yang kemudian mendorong saya untuk mencari komunitas pramuka di internet demi mencari solusi untuk mengatasi permasalahan yang kami hadapi..

Alhamdulillah, kami mendapat respon yang sangat baik, dukungan, masukan dan solusi dari teman-teman pramuka di mailinglist pramuka.

Pada akhirnya memang kami memberanikan diri terjun sebagai Pembina sesuai saran teman-teman di milis pramuka. Dan selanjutnya, - thanks to the internet juga - ada teman-teman saya yang saya kenal - kemudian menjadi dekat - dari mailinglist Dunia Ibu Depok - dimana kebetulan saya yang menjadi ownernya - , terpanggil dan bersedia dengan ikhlas dan sukarela bergabung bersama-sama kami menjadi Pembina.

Kegiatan dan perkembangannya


Alhamdulillah, Allah memberi banyak kemudahan sampai kegiatan pramuka ini berjalan dan berkembang seperti sekarang ini. Belum lama ini, kami juga sudah bertemu dengan staf di Kwartir Cabang Kota Depok dan diberi bimbingan untuk proses pendaftaran gugus depan nya.

Di usianya yang 9 bulan, anggotanya yang awalnya hanya berjumlah 12 orang, sekarang sudah mencapai 30 lebih lengkap dari golongan siaga, penggalang sampai penegak ( meski belum bisa aktif karena kesibukan mereka di sekolah ), dan tidak hanya warga di perumahan kami, tapi juga dari perumahan-perumahan sekitar kami. Mereka semua bergabung dengan sukarela.

Lewat blog http://www.pramukakita.multiply.com/ kami juga membuka kesempatan siapa saja yang berminat untuk bergabung dengan kami. Dan meskipun memang pramuka kami ini bergerak di bawah yayasan masjid, bagi yang non muslim pun boleh bergabung di sini, karena ini adalah kegiatan pramuka yang berbasis Trisatya dan Dasa Dharma.

Selama 9 bulan ini kami terus berusaha mengisi kegiatan dengan program yang bervariasi. Termasuk juga mengisi dengan kegiatan yang ngetrend mengikuti perkembangan jaman, tapi masih dalam koridornya.

Kreatifitas tinggi memang sangat diperlukan untuk membuat kegiatan pramuka jadi kegiatan menarik bagi anak-anak dan remaja sekarang. Dan musik, sains dan teknologi informasi adalah bidang yang potensial dikembangkan disini.

Memang dari banyak hal yang diajarkan selain teknik kepramukaan, kegiatan yang paling diminati oleh mereka ternyata adalah musik dan team building.
Salah satu bentuk kegiatannya yang kami catat sangat menarik minat mereka adalah penampilan ensemble musik perkusi siaga, dan body percussion penggalang pada pentas 17 Agustus 2007 lalu.
Keduanya memerlukan kerjasama tim dan kedisiplinan yang tinggi untuk bisa ditampilkan dengan baik. Body percussion bahkan memerlukan kedisiplinan dalam baris berbaris.
Setiap anak dilahirkan "bersinar".Sinar itu dapat menjadi padam atau semakin bersinar tergantung dari apa yang dia alami dan pelajari.
Anak-anak Pramuka yang kami bina juga demikian, mereka semua bersinar, mereka semua memiliki potensi tersembunyi, ada yang pendiam tapi ternyata memiliki kemampuan analisis yang kuat, ada yang ceriwis tapi ternyata solidaritasnya sangat kuat, ada yang pemalu tapi ternyata punya banyak ide.


Dan mereka tidak dapat menunggu, mereka akan tumbuh menjadi dewasa dengan cepat tanpa kita sadari, dan pada waktunya nanti akan terjun ke masyarakat, dan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa.

Nah, seperti apa sih karakter pemimpin bangsa yang kita harapkan ?

Comments

  1. bagaimana sih minat anak anak sekarang dengan pramuka ? dengan begitu banyaknya alternatif mall, hiburan, bioskop, internet bahkan aktivitas outbond /
    Saya dahulu pramuka, bangga bisa ikut jamboree, karena jaman dulu kita tidak punya alternative kegiatan. Mungkin ini tantangan bagi pembina gudep saat ini.

    ReplyDelete
  2. pramuka..asik euy..

    salam pramuka !!!

    ReplyDelete
  3. Ada gap antara harapan dan proses pembinaan generasi muda
    Generasi muda telah dihadapkan pada kesulitan mengembangkan diri karena terbelenggu oleh keadaan yang memikat hati hingga waktu terlewati tanpa berilmu.
    Tantangan bagi kita semua untuk memerdekakan mereka dari belenggu tersebut

    ReplyDelete
  4. paradigma gugus depan yang berbasis sekolah memang harus dirombak ulang. apalagi beban pelajaran dari berbagai sekolah yang ada saat ini, terlebih sekolah unggulan ataupun full day school, membuat waktu terasa sangat sempit bagi murid-murid.

    pilihan untuk membentuk gudep yang berbasis komunitas dan teritori sangat menarik. selain tidak membuat bosan karena hari minggu nggak harus datang ke sekolah, gudep seperti ini lebih mampu menjaring aspirasi anggotanya.

    salut buat mbak lita.

    ReplyDelete
  5. perlu tuh..diimplementasikan ke pada para blogger, kali aja waktu mereka kopdar buat gudep ala pramuka

    ReplyDelete
  6. mba, salut deh sama dikau n mas Udi.. salam pramuka...!!!!!

    ReplyDelete
  7. saya juga jadi inget jaman masih aktif di pramuka penggalang dulu. rasanya bangggaaaa... banget kalo udah pake seragam pramuka. apalagi kalo lagi latihan di lapangan basket, sambil ditontonin2 kakak2 kelas... hehehe... :D

    sayang, pramuka sekarang emang udah beda jauh banget sama pramuka jaman kita muda dulu ya mbak :(
    saya aja ga yakin pengen masukin anak2 saya ke kegiatan pramuka ini.

    salut banget sama mbak lita dan suami! semoga apa yang dirintis selama ini berhasil dan cita2 luhurnya buat membangun generasi muda yg lebih baik bisa terwujud. amin...

    ReplyDelete
  8. Saya pramuka...

    Dan mungkin saya adalah pramuka termuda yang ada disini. Saya nggak pernah menganggap diri saya mantan pramuka, tapi tetep pramuka. Walaupun cuma sekali sebulan saja aktif di pramuka sma saya dulu. Hehehhee...

    Benar saja, di sma saya, banyak eksul yang lebih menarik, salah satunya klub IT. Namun rupanya semangat anak sekarang beda dengan jaman saya dulu (halah...padahal baru 3 tahun lulus). Dulu saya anggota klub IT, tapi juga ikut pramuka. Tapi anak sekarang? Yang nggak ikut ekskul aja nggak nglirik pramuka, apalagi yang udah ikut ekskul lain?

    Keadaan ini diperparah dengan ketidakpedulian pembimbing di Gudep. Mengingat dana kegiatan selalu minim, jadi nggak ada "tilepan" untuk mereka. Ini beda dengan kegiatan OSIS dan ekskul mewah lainnya...

    Benar kata pak Iman, tapi ini lebih pada tanggung jawab seluruh komponen masyarakat. Termasuk orang tua. Lihat saja efek dari ketiadaan pramuka, generasi muda sekarang menjadi lebih egois dan tidak peduli lingkungan. Ditambah lagi, kreativitasnya NOL, cuma bisa teriak-teriak doank...

    Sorry ya bu, komentarnya kepanjangan...

    -iwan-

    ReplyDelete
  9. Mba, jaman aku SMP aku ikutan Pramuka - 3 tahun (lulus thn 87), Pramuka kala itu sudah kalah pamor dengan Paskibra. Dan sudah kentara sekali bahwa anak-anak Pramuka kurang populer dibanding anak Paskibra, hiks..

    Tapi aku tetap ikutan Pramuka. Karena memang banyak manfaat, walaupun dengan sangat menyesal beragam ketrampilan yang aku dapat saat itu tidak aku ingat, hiks..

    Insyaa Allah aku minta anak-anak ku ikutan Pramuka kelak.

    ReplyDelete
  10. Kak Lita dan Kak Udi,
    Saya benar-benar terharu membaca short story pendirian gudep di lingkungan perumahan anda di Depok. Saya rasanya mengenal nama K'Udi dengan baik, karena saya pun adalah 'penggiat sejati' di Gudep 104-105 (0605-0606) ITB, antara 1978-1985, mulai dari masuk di ITB, hingga bekerja, berkeluarga dan berhenti karena harus menjalani tugas belajar di LN. Saya Djedi S. Widarto (GL-78), mantan Ketua Harian Gudep ITB 1982-1984, juga sangat prihatin dengan kondisi kepramukaan dewasa ini. Sejak 'pemasalan' kegiatan Pramuka di seluruh sekolah-sekolah (SD terutama) di seluruh Indonesia, maka 'sekarat-lah' kegiatan itu dimata remaja Indonesia. Saya pun sempat mengirim kedua anak lelaki saya ke Gudep ITB ketika baru usai tugas belajar th 1994, hanya 2 tahun mereka bertahan. Berikutnya, 'tekanan kultural' dari lingkungan yang lebih 'powerful' membuat mereka berpaling untuk mengikuti ekskul lain di sekolahnya yang menurut mereka lebih 'memiliki masa' atau peminat. Saya percaya, kegiatan pramuka yang pernah saya ikuti sejak 1973 di SMP di Surabaya, hingga 1985 di ITB telah 'membentuk' saya seperti sekarang ini. Kak Lita dan Kak Udi dapat kontak saya via dswidarto@yahoo.com.
    Salam Pramuka,
    Djedi

    ReplyDelete
  11. Bravo, selamat, salut! Bagus sekali kepedulian dan tindakan serta pengalaman ini. Bagaimana kalau artikel ini dikirimkan kepada Kakwarnas, Kakwarda Jawa Barat (kebetulan Kakwaedanya, Kak Dede Yusuf masih baru, mudah-mudahan masih bersemangat). Mudah-mudahan menjadi inspirasi dan dorongan untuk "merevitalisasi" Gerakan Pramuka dengan langkah nyata, bukan hanya wawasan. Bagus juga kalau dikirimkan ke media massa, misalnya Kompas Jawa Barat.
    Salam dari Dadi Pakar, 27 Juli 2010.

    ReplyDelete
  12. saluutt...
    satya ku kudarmakan...darmaku kubaktikan..

    ReplyDelete
  13. Selamat sama kak Udi dan kak Lita telah berhasil mendirikan Pramuka di Depok, salam pramuka dari kak Zen (haslizen Hoesin). semoga pramukanya kakak tetap ada sampai kapanpun.

    ReplyDelete
  14. SALAM PRAMUKA, kak sya mau mendirikan gudep ditempat saya ngajar, gimana yacaranya mohon bimbingannya

    ReplyDelete
  15. apakah gudep teritorial dibawah kwartir ranting atau berdiri sendiri?

    ReplyDelete
  16. Tahun 2007 itu gudep teritorial didaftarkan ke kwartir ranting kak

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts