Kehabisan kata untuk pendidikan

Ketika 2 SMA Negri di Depok menjadi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional full, tidak ada lagi kelas reguler disana, saya sempat bertanya-tanya...

Mau dibawa kemana pendidikan anak2 kita ?

Sebagai ibu rumah tangga biasa, saya juga ingin memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak sebagai bekal kehidupannya kelak. Harapan saya, semua anak Indonesia bisa menjadi pandai dimanapun mereka bersekolah. Semua anak berhak mendapat kesempatan yang sama untuk mendapatkan ilmu dari sekolah yang bisa menjadikan mereka mempunyai bekal untuk kehidupannya kelak.

Tapi dengan makin sedikitnya kursi yang tersedia, ketatnya persaingan untuk mendapat kursi dan mahalnya biaya pendidikan di sekolah-sekolah negeri yang menjadi RSBI, semakin kecil pula kesempatan yang bisa diperoleh oleh anak-anak kita. Hanya anak-anak yang sangat cerdas dan kaya saja yang bisa mendapat pendidikan. Dan itu hanya berapa persen saja dari jumlah anak usia sekolah.

Kemana anak-anak yang 'biasa-biasa' saja, yang kemampuan otak dan finansialnya sedang2 saja atau bahkan yang kurang mampu secara ekonomi bisa bersekolah ?

Mereka harus cerdas dulu untuk bisa mendapat beasiswa.

Lulus UAN pun belum menjamin hati menjadi tenang. Rata-rata NEM 8 koma sekian pun tidak cukup bersaing untuk melanjutkan ke sekolah negeri yang tersisa. Ini membuat sebagian orangtua siswa mengharuskan anak-anaknya mengikuti bimbel, tidak boleh mengikuti kegiatan lain selain belajar, atau bahkan menghalalkan segala cara agar anaknya bisa mendapat nilai yang bagus supaya bisa melanjutkan sekolah di SMA Negri yang bukan RSBI.

Yang terjadi selanjutnya cukup memprihatinkan. Menurut cerita anak saya, banyak anak-anak dari SMA Negeri favorit di Jakarta yang diterima di Institut terkenal di Bandung ternyata kemudian tidak dapat mengikuti kuliah karena terbiasa belajar 'ala bimbel'.

Ironisnya, teman2 saya kesulitan mencari kandidat untuk bekerja di perusahaannya karena ternyata jarang sekali ada kandidat yang kompeten dan siap kerja. Maka ngga heran banyak yang kemudian menjadi sarjana pengangguran.

Anak-anak dan remaja sekarang kehabisan waktu untuk bisa bermain, bersosialisasi dan mengembangkan diri sejak usia SD. Padahal pintar secara akademis saja menurut saya tidak cukup untuk menjadi bekal hidup. Banyak anak yang sebenarnya punya potensi di bidang non akademis tapi jadi tidak punya kesempatan untuk mengembangkannya.

Ngga heran kalau semakin banyak orangtua yang punya cukup waktu di rumah dan bisa berkomitmen, lebih memilih untuk homeschooling saja.

Ya, saya kehabisan kata untuk pendidikan di Indonesia...

Tapi, suami saya selalu mengingatkan untuk tidak menyalah2kan pihak lain, tapi intropeksi diri apakah kita sudah cukup berbuat untuk lingkungan kita.


Sekolah anak2 Sakai di pedalaman Riau,dimana suamiku meluangkan waktunya setiap hari Sabtu di tahun 2006 sewaktu bertugas di Riau untuk ikut mengajar disana

Belum banyak yang bisa kami lakukan. Kegiatan pramuka menjadi salah satu alternatif yang coba kami kembangkan untuk anak-anak dan remaja di sekitar kami. Dengan anggotanya yang tidak pernah lebih dari 30 orang, kami berusaha untuk tetap memberikan kesempatan untuk anak-anak ini mengembangkan potensi yang mereka miliki, memberi pembekalan berbagai macam ketrampilan, life skills, juga mencoba melatih kemampuan manajerialnya. Dan berharap, kelak pada saatnya nanti insya allah mereka akan siap terjun untuk membangun masyarakatnya.



Selamat Hari Kebangkitan Nasional
Selamat Ulang Tahun yang ke-2 Pramuka Griya Depok Asri
20 Mei 2010

Comments

  1. keprihatinan yang sama juga saya rasakan bu.. tidak semua anak2 pintar itu 'mampu', Sekolah negeri itu sejak dahulu menjadi harapan mereka.. kondisi sekarang seolah mematahkan semangat mereka sebelum waktunya.
    jikalau ada yang berkata "toh untuk yang tidak mampu bisa minta keringanan atau beasiswa", well kenyataannya its not that simple.. (saya alami saat masuk kuliah di UI tahun 1999)

    ReplyDelete
  2. ya begitulah jadinya kalau pemerintah hanya mengacu ke Singapura atau Jepang dalam pembangunan pendidikan.

    Saya terus terang sudah malas melihat Mendiknas kita yang sekarang, hehe.

    Selamat ulang tahun yg Pramukanya ya bu

    ReplyDelete
  3. Semakin ke sini koq saya malah merasa sistem pendidikan kita makin semrawut yak? *sigh*

    Bu Lita, ajak anak-anak pramukanya datang ke acara puncak miladeBlogger yuk...

    ReplyDelete
  4. mba samaaaa......
    mau dibawa kemana pendidikan negara ini, kasian generasi muda sekarang.
    di kmpus pun penuh dengan mhs yg manja, semua terlayani.. minjem buku ke perpus pun minta tolong ibu, registrasi akademik minta tolong bapak.. bapak dan ibu nya pada mau sih yah... seolah2x hidup itu isinya cuma belajar sekolahan :(

    ReplyDelete
  5. aduh mba.. bener bangets, ini aku yg punya balita aja sekarang bingung....
    knp yah indonesia begini :((

    ReplyDelete
  6. Viva Pramuka! Semoga kegiatan ekskul di lungkungan rumah ini bisa jadi sarana untuk membentuk generasi tangguh yang tidak manjas, suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Sekali lagi, viva Pramuka! ;)

    ReplyDelete
  7. Wah saya benar-benar kagum sama mbak Lita.
    Saya dulu juga aktif di Pramuka dan kayaknya dulu itu menarik dan benar-benar membangun mental.Tapi sekarang-sekarang ini kok pamor pramuka menurun dan hambar ya.Untung ada mbak Lita.Semoga muncul mbak Lita-Mbak Lita yang lain,sehingga Gerakan Pramuka kembali menjadi ajang pembinaan karakter.

    ReplyDelete
  8. ...

    Mba Lita ijin baca artikel dan numpang komen ya...
    artikelnya bagus bgt, inspiratif dan memberikan banyak masukan.

    terima kasih.


    thanks .
    admin
    Home Appliances and Home Improvement

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts